"SELAMAT DATANG DI YAYASAN INSIDI"

Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile

Jumat, Maret 11, 2011

207 Hari Presiden Prawiranegara

Malikul Kusno |
Jakarta - Sejarah tokoh bangsa adakalanya memberi inspirasi bagi seorang penulis. Seperti Akmal Nasery Basral yang dengan jeli mengisahkan Syarifuddin Prawiranegara, seperti tak terasa bahwa Akmal tengah berhadapan pada penceritaan yang sensitif.

Bayangkan, bila ada orang terinspirasi dari novel terbarunya "Presiden Prawiranegara", kemudian meminta agar pemerintah mengakui Syarifuddin Prawiranegara sebagai Presiden RI kedua?


Kelihaian Akmal dalam penulisan novel sejarah tokoh tanah air memang tidak bisa diragukan lagi. Novel pertamanya "Sang Pencerah" yang mengisahkan perjalanan hidup tokoh pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan, memberikan kesan sendiri bagi perkembangan penulisan novel sejarah mutakhir. Sehingga, ia pun pantas diberikan trofi penghargaan dalam Islamic Book Fair 2011 di Gelora Bung Karno Jakarta, Jumat (
4/3/2011) kemarin.

Tapi, novel sejarahnya yang kedua ini cukup mencengangkan. Ada sisi lain dari sebuah historiografi yang belum diakui, lantaran berbagai kepentingan yang terlibat di dalamnya. Yang akhirnya Syarifuddin tak pernah tercatat pernah menjadi orang nomor satu di negeri ini. Padahal, jasa-jasanya menyelamatkan kemerdekaan Indonesia dengan memimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia sangat penting.


Pada 19 Desember 1948, saat agresi militer II Belanda ibu kota Yogyakarta berlangsung, Presiden Sukarno tertangkap. Wakil Presiden Mohammad Hatta yang cemas dengan kondisi itu segera mengirimkan telegram kepada Syarifuddin yang ketika itu menjadi Menteri Kehakiman, yang sedang berada di Bukittingi untuk membentuk PDRI.


Prediksi ini benar, tak lama kemudian Sukarno-Hatta ditangkap Belanda, keduanya diasingkan ke Bangka. Pemerintah resmi lumpuh. Dituliskan oleh pria yang juga wartawan Tempo ini, bahwa di sebuah dangau kecil yang belakangan dikenal sebagai "Dangau Yaya", Syarifuddin mengumumkan berdirinya PDRI, pada 22 Desember 1948.


Dari sudut pandang seorang pemuda yang mengikutinya, Kamil Koto, mengalirlah kisah Presiden Syarifuddin Prawiranegara, yang selama 207 hari melanjutkan kemudi kapal besar bernama Indonesia yang sedang oleng, dan nyaris karam. Sebuah perjuangan yang terlupakan, tetapi sangat dalam memastikan keberlangsungan Indonesia.


Namun dari penggalan kisah Syarifuddin ini, Akmal mencatat bahwa Presiden Prawiranegara tidak ditulis dengan pretensi menjadi buku sejarah. Apalagi, memaparkan temuan sejarah yang baru, atau mengoreksi versi PDRI yang sudah terbit sebelumnya.

 

Judul Buku : Presiden Prawiranegara, Kisah 207 Hari Syafruddin Prawiranegara Memimpin Indonesia.
Pengarang : Akmal Nasery Basral
Penerbit : Mizan Pustaka, Maret 2011, Tebal Hal. 370

Tidak ada komentar: