"SELAMAT DATANG DI YAYASAN INSIDI"

Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile

Rabu, Oktober 06, 2010

RMS, Ide Politik yang Rapuh

Oleh John Pieris
  • Banyak hal yang terjadi di dunia ini biasanya dimulai dari sebuah mimpi, meditasi, kontemplasi, dan juga khayalan. Artinya, sesuatu yang ada, sebelumnya tidak ada, sesuatu yang nyata, tadinya tak tampak. 
  • Atau, sesuatu yang konkret, bermula dari yang abstrak, atau sebuah khayalan dapat saja menjadi kenyataan, dan bisa saja tetap menjadi khayalan.
  • Siapa pun bisa bermimpi tentang politik. Tetapi, tidak semua mimpi atau khayalan akan menjadi sesuatu yang berwujud.
  • Boleh jadi, bermimpi atau berkhayal di dalam politik tidak dapat terwujud secara nyata (konkret) seperti yang diharapkan. Bisa juga tidak terwujud sama sekali.
  • Sungguhpun demikian, bermimpi untuk memperjuangkan sebuah ide atau keinginan politik boleh-boleh saja.
  • Dan, satu hal yang dapat dimengerti, bermimpi untuk melahirkan sebuah ide yang dilanjutkan dengan sebuah gagasan, sebenarnya digerakkan oleh getaran mekanistik pada jaringan-jaringan saraf dalam otak manusia. 
  • Karena itu, sifatnya personal dan otonom. 
  • Dengan demikian, menjadi sebuah fenomena psikologis, bahwa bermimpi tentang sesuatu yang bersifat politis-ideologis adalah otonomi setiap insan politik.
  • Seperti dikatakan filsuf Yunani, Plato, seluruh filsafat (berfikir filosofis) haruslah bertumpu pada ide. 
  • Bagi Plato, ide adalah realitas yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada, yang dapat dikenal dengan pancaindera.
  • Dengan logika itu, dapat dikatakan, RMS itu sebuah ide (mimpi) juga sebuah realitas.
  • Republik Maluku Selatan (RMS) adalah buah (hasil) dari mimpi politik yang dibangun secara sadar. 
  • Betapa tidak, karena pemimpin dan puluhan ribu tentara Koningklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL) Belanda, ditambah ribuan pegawai yang mengabdi pada Pemerintah Hindia Belanda, plus keluarganya dan para simpatisannya merasa, dengan kekuatan itu, mereka dapat membentuk sebuah negara baru yang merdeka dan berdaulat penuh. 
  • Membentuk negara yang sejajar dengan negara-negara merdeka lainnya, dan pasti mendapat legitimasi, atau diakui negara-negara lain.
  • Adalah wajar, dari perspektif hak-hak asasi manusia (HAM), siapa saja dan kelompok masyarakat mana pun berhak menyatakan pendapat dan sikap politik untuk memperjuangkan sebuah kemerdekaan. 
  • Persoalan utama dalam kasus RMS, tidak sekadar ada, dan diakuinya hak politik itu, tetapi, apakah hak politik yang dimilikinya itu sudah cukup dan dapat dianggap sebagai "barang bukti" untuk menuntut kemerdekaan?
Dipaksakan
  • Jawaban atas pertanyaan ini tidaklah sulit. Siapa pun bisa menyatakan atau mungkin bisa memproklamirkan kemerdekaan. Masalahnya, apakah hak untuk menyatakan kemerdekaan itu diakui orang-orang lain (masyarakat, rakyat)? 
  • Bukankah orang-orang lain juga mempunyai hak untuk menyatakan ketidaksetujuan (penolakan) terhadap kemerdekaan yang telah atau akan diperjuangkan orang-orang lain yang berbeda visi, konsep, ideologi dan strategi?
  • Harus dipahami, substansi utama pemilikan dan perwujudan hak politik itu harus berbanding lurus atau berjalan simetris dengan pengakuan terhadap hak politik yang dimiliki orang lain. 
  • Dalam kasus kemerdekaan RMS yang dinyatakan pada 25 April 1950, diketahui sebagian besar orang Maluku menolak kemerdekaan itu, karena perwujudan kemerdekaan itu dilakukan secara paksa di bawah ancaman sepatu lars dan bayonet tentara KNIL. 
  • Penolakan itu terkait erat dengan hak politik ratusan ribu orang Maluku yang tidak mengakui kemerdekaan RMS.
  • Pada waktu itu (1950), ratusan ribu orang Maluku (Tengah dan Tenggara) memilih tetap menjadi warganegara Indonesia, karena mereka telah mendapatkan kemerdekaannya pada 1945.
  • Kemerdekaan yang didapatnya itu, sudah barang tentu, tidak dapat dirampas siapa pun, termasuk RMS sekali pun. 
  • Dan, adalah wajar jika Pemerintah Indonesia, khususnya tentara Republik Indonesia Serikat (RIS) melindungi warganya dari ancaman laten maupun manifes dari aksis teror, berupa paksaan serta siksaan dari tentara RMS.
  • Yang dilakukan pemerintah dan tentara RIS pada waktu itu (1950) adalah melindungi hak-hak politik dan hak-hak warga negara RIS. 
  • Hal yang sama berlanjut pada tahun 1951-1962 oleh Pemerintah RI dan TNI, kurun waktu di mana RMS dapat dikalahkan.
  • Tindakan yang diambil Pemerintah RIS dan kemudian Pemerintah RI untuk memerangi RMS, selain dimaksud untuk tidak mengakui keberadaan RMS, sekaligus juga tindakan itu dilakukan untuk memperkokoh kedaulatan wilayah RIS dan RI.
  • Tindakan itu sangat cerdas, untuk menyatakan kepada dunia internasional, Indonesia adalah negara merdeka, bersatu, dan berdaulat. 
  • Wajar jika Indonesia tidak mengakui kemerdekaan dan kedaulatan negara apa pun yang dibentuk oleh siapa pun di dalam wilayah negaranya.
  • Pemimpin RMS juga tidak cerdas membaca situasi politik nasional dan global pada waktu itu. 
  • Pemimpin RMS lupa, banyak sekali negara yang dijajah, baru saja merdeka, termasuk Indonesia, yang baru saja keluar dari krisis yang panjang karena dicengkeram penjajah selama 350 tahun, tetapi kemudian mampu bangkit, dan merebut kemerdekaannya pada tahun 1945. 
  • Di saat itu, jutaan rakyat Indonesia menginginkan kemerdekaan yang langgeng dan permanen, dalam arti seluas-luasnya menyangkut kemerdekaan politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Mengakui Kemerdekaan
  • Negara-negara besar telah mengakui kemerdekaan Indonesia. Sangat mustahil negara-negara tersebut dapat mendukung kemerdekaan RMS. 
  • Negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS) misalnya, tidak mungkin mengakui kemerdekaan RMS. 
  • Harga yang harus dibayar terlalu mahal jika AS berpihak kepada RMS dan memusuhi Indonesia.
  • Sumber daya alam yang melimpah disertai pasar potensial (jumlah penduduk besar) yang dimiliki Indonesia, lebih dilirik AS yang berambisi menguasai ekonomi dunia. 
  • Menjadi pilihan yang tepat dalam paradigma politik luar negerinya setelah negara adidaya itu keluar sebagai salah satu pemenang Perang Dunia II.
  • Sebagai sekutu AS, Belanda, sebenarnya memiliki pandangan sama. 
  • Cuma, negara itu seolah menjanjikan kemerdekaan kepada RMS yang diawali dengan berusaha memecahkan wilayah-wilayah jajahannya menjadi negara-negara bagian. 
  • Ide politik Belanda itu tidak berhasil diwujudkan, hingga muncullah ide pembentukan RMS.
  • RMS memang memiliki ide politik, tetapi ide yang dibangun sangatlah rapuh. 
  • Kemerdekaan RMS dibangun di atas puing-puing kekesalan dan kefrustrasian pemimpin dan ribuan tentara KNIL yang gagal membaca masa depan umat manusia yang menginginkan kemerdekaan abadi, damai, santun, dan demokratis. 
  • Ide politik RMS ditolak mayoritas rakyat Maluku Selatan karena ide itu dipaksakan.

Penulis adalah Ketua Program Pascasarjana FH-UKI, Jakarta

Tidak ada komentar: