"SELAMAT DATANG DI YAYASAN INSIDI"

Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile

Sabtu, Januari 22, 2011

Penembak Anggota DPR Itu Kurang Waras

"Mayoritas warga AS tak pernah membaca konsitusi. Kita tak perlu menerima hukum federal."
Senin, 10 Januari 2011, 11:21 WIB
Renne R.A Kawilarang, Denny Armandhanu
Foto Jared L. Loughner semasa masih SMA (AP Photo)

VIVAnews - Tersangka penembak seorang anggota DPR AS diduga punya gangguan jiwa. Menurut laporan sementara tim penyelidik, sebelum penembakan, pria bernama Jared Lee Loughner itu mengungkapkan ketidakpuasan kepada pemerintah AS.

Stasiun televisi CNN menyebutkan, tim penyidik yang memeriksa rumah tersangka menemukan sebuah surat dari tim kampanye korban, Gabrielle Giffords. Anggota DPR dari Partai Demokrat itu berterimakasih kepada para hadirin, termasuk Loughner, dalam suatu acara open house 2007.

“Kami juga menemukan sebuah amplop dengan tulisan tangan bertuliskan ‘saya merencanakannya,’ dan ‘pembunuhan saya,’ dan nama ‘Giffords,’ dengan sebuah tandatangan Loughner,” ujar seorang tim penyidik yang tidak disebutkan namanya seperti dilansir CNN, Minggu, 9 Januari 2011.

Loughner dibekuk setelah dia menembak kepala Giffords dengan senjata api dalam suatu acara di sebuah toko di Kota Phoenix, negara bagian Arizona, Sabtu 8 Januari 2011 waktu setempat. Perempuan berusia 40 tahun itu kini masih dalam keadaan kritis.

Giffords termasuk empat belas orang yang terluka dalam aksi mematikan itu. Namun, enam orang lainnya tewas, termasuk seorang hakim federal dan bocah berumur sembilan tahun.

Anggota DPR dari Partai Demokrat itu ditembak saat menggelar pertemuan dengan pendukungnya. Kemudian seseorang menembak ke arah kerumunan itu sehingga lima orang tewas dan beberapa lainnya luka-luka.
Gabrielle Giffords
Foto: Gabrielle Giffords (AP Photo)
Polisi kini masih mengorek motif penembakan yang dilakukan Loughner. Menurut laporan Sherrif Pima County, Clarence Pudnik, Loughner memilih diam selama proses investigasi dan menolak memberikan komentar sampai dia didampingi pengacara.

Namun, pemuda berusia 22 tahun ini mulai diadili pada Senin, 10 Januari 2011, di pengadilan federal negara bagian Phoenix. Dia didakwa atas dua dakwaan pembunuhan tingkat pertama, dua percobaan pembunuhan dan satu percobaan pembunhan terhadap anggota kongres.

Loughner merupakan seorang yang penyendiri dan mempunyai riwayat gangguan mental. Dia juga mempunyai beberapa rekaman di Youtube mengenai ketidakpuasannya kepada pemerintah. “Terdapat alasan untuk meyakini bahwa tersangka mempunyai gangguan mental,” ujar Dupnik.

Pada video Youtubenya yang berjudul “Pemikiran Terakhirku: Jared Lee Loughner”, Loughner menuliskan beberapa kalimat yang menunjukkan ketidakpuasannya terhadap pemerintah. Pada layar hanya terdapat sebaris tulisan dengan latar berwarna hitam, tanpa menampilkan wajah Loughner.

“Mayoritas warga AS tidak pernah membaca konsitusi. Kita tidak perlu menerima hukum federal,” tulis Loughner.

“Semua manusia perlu tidur. Jared Loughner adalah manusia. Maka, Jared Loughner perlu tidur,” tulis Loughner lagi dalam salah satu barisnya.

Video tersebut diposting pada 15 Desember 2010 dan berdurasi sekitar tiga menit. Pada akhir video, Loughner menyatakan bahwa berambisi untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai mata uang baru. Tidak ada yang tahu apa maksud tulisan Loughner ini.

“Kesimpulannya, ambisi saya, adalah untuk memberitahukan kepada para pemimpi yang melek mengenai mata uang baru. Dalam beberapa hari, kalian akan tahu bahwa saya adalah pemimpi yang berhati nurani,” tulisnya.

Menurut seorang psikolog, Keith Ablow, seperti dilansir dari laman Foxnews, tersangka kemungkinan telah menderita gangguan mental jauh sebelum dia akhirnya menembak anggota DPR. Loughner, ujar Ablow, memiliki masalah dalam pergaulan dan memiliki pemikiran sendiri yang terkadang tidak masuk akal.

“Oleh seorang teman sekolahnya, dia disebut sebagai seorang pengguna obat-obatan dan memiliki pemikiran yang sempit. Lalu dia keluar dari sekolah tersebut,” ujar Ablow.

“Dia dipulangkan dari kampus dan tidak diperbolehkan masuk sampai dia dirasa tidak membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain,” lanjut Ablow.
• VIVAnews

Tidak ada komentar: