Pemimpin 74 tahun itu menyerahkan kekuasaannya menyusul aksi protes atas masalah ekonomi yang terjadi dan bergulir menjadi unjuk rasa terhadap dirinya.
Perdana Menteri Mohammed Ghannouchi telah mengambil alih sebagai presiden sementara dan mengumumkan kondisi darurat. Ghannouchi pernah menjadi menteri keuangan dan kini menjabat sebagai perdana menteri sejak 1999.
Ia mengatakan akan membentuk pemerintahan pada hari Sabtu. "Saya akan bertemu wakil parpol untuk membentuk pemerintahan yang dapat memenuhi harapan," ujarnya seperti yang dilansir VIVAnews dari laman BBC.
Puluhan orang tewas beberapa minggu ini karena kerusuhan yang melanda negara itu. Pasukan keamanan juga telah mengamankan demonstran yang meneriakkan masalah pengangguran, kenaikan harga dan korupsi.
Setelah meninggalkan negara Tunisia, Ben Ali naik pesawat bersama keluarganya dan meninggalkan negara itu di tengah spekulasi kemana tujuan mantan presiden itu. Media Prancis melaporkan bahwa Presiden Nicholas Sarkozy telah menolak permintaan pesawat itu mendarat di Prancis.
Lantas, Istana Arab Saudi memberikan pernyataan bahwa Ben Ali telah tiba di negara itu pada hari Sabtu. "Kami peduli terhadap kondisi yang luar biasa, sebagai saudara orang Tunisia, pemerintah menyambut dan mendukung keamanan dan stabilitas negara mereka. Pemerintah Arab Saudi menyambut Presiden Zine al Abidine Ben Ali dan keluarganya ke kerajaan ini," kata pernyataan itu.
Sementara dalam wawancara dengan TV Tunisia, Ghannouchi mengatakan prioritas utama adalah pemulihan keamanan dalam menghadapi penjarahan dan perampokan. Namun belum jelas apakah para demonstran akan menerima kepemimpinan interim Ghannouchi atau kembali turun ke jalan.
BBC melaporkan demonstran mengabaikan jam malam, mereka merayakan kemenangannya di jalan-jalan pada Jumat malam. Mereka menolak elit yang sama berkuasa.
Gelombang protes ini dipicu oleh kematian pengangguran yang akan membakar diri ketika polisi berusaha mencegah dia dari menjual sayur tanpa izin. Demontran lalu datang dari berbagai penjuru berkumpul di luar kementerian dalam negeri yang merupakan simbol rezim pemerintah. Polisi menindak demonstran dengan tembakan granat dan gas air mata.
Presiden Ben Ali sendiri semula berjanji untuk mundur pada 2014. Ben Ali adalah presiden kedua Tunisia semenjak negara itu merdeka dari Prancis pada 1956. Dia terpilih kembali pada pemilu terakhir dengan suara 89,62 persen. (hs)
• VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar