"SELAMAT DATANG DI YAYASAN INSIDI"

Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile Click to get cool Animations for your MySpace profile

Sabtu, Januari 22, 2011

Kasihan Sepakbola Indonesia

Sabtu, 22 Januari 2011 | 13:55 WIB
Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik
Danu Kusworo/KOMPAS
ilustrasi kerusuhan 
 
JAKARTA, KOMPAS.com -  
  • Catatan sepakbola Indonesia mengenaskan. Sudah kerap kali dipolitisir, rawan korupsi pula. Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Apung Widadi mengatakan, hampir semua partai politik ternyata memiliki kepentingan di sepakbola.
  • "Fakta pengurus sepakbola di di Indonesia, banyak yang tidak ada transparansi anggaran, rawan korupsi," katanya di KontraS, Sabtu (22/1/2011).
  • Fakta bahwa sepakbola Indonesia lekat dengan korupsi ditunjukkan fenomena suap-menyuap wasit, pengaturan skor, serta suap untuk promosi dan degradasi. Selain itu, prestasi yang buruk, klub yang tidak profesional dan tidak mandiri, keamanan yang buruk pascapertandingan, serta manajemen yang berantakan menjadi rapor merah dunia sepakbola Indonesia.
  • Karut-marutnya sepakbola Indonesia dipercaya tak lepas dari pengaruh keberadaan para politisi di dalam kepengurusan klub-klub sepakbola, tak hanya PSSI. 
  • Tercatat, ada sekitar sembilan petinggi PSSI yang masih menjabat sebagai anggota DPR serta pengurus parpol.
  • Namun, ada 21 ketua persatuan sepakbola di seluruh Indonesia yang juga masih menjabat sebagai birokrat asal parpol dan politisi murni, seperti Ketua Pengprov PSSI DKI Jaya Hardi yang merupakan Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Demokrat, Ketua Pengprov PSSI Sumatera Barat Armyn AN yang merupakan Plt Bupati Padang Pariaman, Ketua PSSI Kalimantan Selatan Hasnuryadi dari DPD Partai Golkar serta Ketua Pengprov PSSI Papua Barnabas Suebu yang merupakan Gubernur Papua dan kader PDI-P.
  • Untuk itu, Apung mengatakan klub-klub sepakbola ini, termasuk PSSI perlu makin transparan dan perlu memperhitungkan kepentingan politis di daerah.
  • "Untuk transparansi dan lepas dari penggunaan APBD, maka harus dipisahkan pengurus profesional dan bukan pengurus dari pemerintah semisal walikota. 
  • Goal settingnya bagaimana menjadikan industri sepakbola mandiri tanpa penggunaan dana APBD," tuturnya.
  • Direktur LSI Burhanuddin Mutah di menambahkan bukan berarti politisi diharamkan untuk menjadi pengurus klub sepakbola Indonesia. Menurutnya, boleh saja.
  • "Tapi harus mudah dikontrol. Tuntutan kita secepatnya PSSI harus membentuk peraturan baru, untuk memberikan tenggat pada klub ISL untuk segera lepas dari APBD, semakin digantungkan maka semakin besar dipakai untuk kepentingan dana bola," tandasnya. 

Tidak ada komentar: